5 Kerugian Jika Anda Mengambil KPR Konvensional

Bagi Anda yang sedang mencari-cari rumah ideal pasti sudah tidak asing lagi dengan istilah KPR (Kredit Kepemilikan Rumah). Bahkan mungkin saking banyaknya brosur perumahan yang sudah Anda dapat, Anda sudah hafal besaran bunga KPR di bank-bank tertentu. 😀

Mengapa KPR begitu populer? Karena memang KPR ini merupakan alternatif pilihan dalam membeli rumah. Tentunya KPR ini begitu banyak diminati karena menjadi solusi bagi orang yang belum mampu membeli rumah secara cash/tunai.

Sudah menjadi hal yang umum jika kita perhatikan di jalan-jalan, bertebaran spanduk penawaran perumahan baru beserta promo besaran bunga KPR yang menyertainya.

Namun, tahukah Anda? Bahwa ternyata ada beberapa hal yang merugikan di sisi nasabah apabila mengambil KPR secara konvensional (baca: menggunakan bank).

Setidaknya ada 5 hal yang membuat nasabah tidak nyaman atau bahkan merugi apabila memutuskan untuk mengambil rumah melalui KPR Konvensional.

1. Proses BI Checking & Verifikasi Data Yang Ribet dan Melelahkan

BI Checkhing adalah tahap paling awal jika mau mengajukan KPR pada bank. Tujuan BI Checking sendiri adalah untuk mengecek histori kredit dari calon nasabah. Apakah pernah bermasalah dalam melakukan kredit pada tahun-tahun sebelumnya. Entah itu cicilan kartu kredit, cicilan kendaraan, maupun cicilan properti lainnya.

Misalkan ada histori transaksi yang menunjukkan bahwa nasabah sering telat bayar cicilan, atau bahkan tidak melunasi cicilannya, maka dipastikan pengajuan KPR nya akan gugur, atau ditolak.

Setelah proses BI Checking selesai, lanjut ke tahap verifikasi data dan penilaian kelayakan kredit konsumen oleh bank yang bersangkutan. Dalam tahap ini saja prosesnya bisa memakan waktu hingga berminggu-minggu. Karena bank akan secara teliti memverifikasi data-data yang ada secara mendalam.

Bagi Anda yang berprofesi sebagai pegawai tetap di sebuah institusi ataupun kantor, mungkin hal tersebut tidak terlalu menjadi persoalan. Karena kelengkapan data-data Anda sudah disediakan oleh pihak institusi/kantor.

Namun, bagi Anda yang memiliki pekerjaan sebagai pengusaha maupun pedagan, syarat yang diperlukan sungguh berat dan sifatnya wajib untuk dipenuhi. Seperti izin-izin usaha lengkap, laporan keuangan yang mendalam, serta aliras kas usaha yang stabil selama beberapa tahun. Gagal memenuhi salah satu dari beberapa kriteria tersebut saja, maka pengajuan akan ditolak. Dan impian memiliki rumah harus dikubur dalam-dalam.

2. Denda Keterlambatan Yang Membuat Biaya Semakin Tinggi

ketika pengajuan sudah diterima, dan mulai dalam tahap mencicil, maka tak boleh ada kata terlambat sedikitpun. Walaupun hanya sehari. Jika terlambat, maka akan dikenakan denda yang bervariasi besarnya tergantung kebijakan bank yang bersangkutan. Umumnya, denda dikenakan per hari keterlambatan.

Tentu saja hal ini membuat biaya yang dikeluarkan untuk memiliki rumah tersebut jadi semakin tinggi dan tidak bisa diprediksi. Tak ada dispensasi maupun toleransi untuk keterlambatan tersebut, walau kondisi keuangan keluarga sedang sulit.

3. Teror Debt Collector Yang Siap Menghantui

Ketika sudah tidak mampu membayar selama beberapa bulan dikarenakan alasan apapun, maka bersiap-siaplah menghadapi para debt collector. Debt collector tersebut memang disewa oleh bank dengan tujuan agar nasabah segera membayar angsuran yang tertunggak.

Dalam hal ini debt collector tersebut diberi wewenang untuk menggunakan segala macam cara agar nasabah merasa terpojok, tidak nyaman, terancam dan takut apabila menunda pembayaran lebih lanjut lagi. Biasanya kata-kata yang digunakan oleh para debt collector ini cenderung kasar dan tidak manusiawi.

Mungkin ada beberapa dari Anda yang merasa berani untuk menghadapi teror dari debt collector tersebut. Namun, coba Anda bayangkan apabila yang menghadapi adalah anak atau istri Anda. Yang memang akan lebih sering berada di rumah dibandingkan Anda. Apakah mereka akan merasa aman, nyaman, dan tentram untuk tinggal di tempat yang (tadinya) di sebut rumah tersebut?

4. Resiko Sita Jika Gagal Bayar

Jika nasabah tidak mampu melanjutkan cicilan dikarenakan alasan apapun, maka bersiap-siaplah untuk mengosongkan rumah. Ya, mau tak mau rumah harus diserahkan kembali kepada bank.

Dimanah bank tersebut masih memiliki hak penuh terhadap rumah tersebut selama cicilan belum lunas dan selelsai. Rumah akan disita dan kemudian akan dilelang. Besaran nilai lelang pun bank yang menentukan. Nilainya haruslah menutupi kekurangan cicilan nasabah (biasanya nilai lelang jauuuuh di bawah harga pasar agar cepat lakunya).

Lalu, bagaimana nasib nasabah yang telah mencicil selama beberapa tahun? Ya, bisa Anda tebak sendiri. Nasabah yang telah mencicil selama beberapa tahun, mungkin senilai ratusan juta, hanya bisa duduk terpaku penuh nestapa meratapi hilangnya aset dan kesia-siaan membayar cicilan selama ini. Jarang sekali bahkan hampir tidak pernah bank memberikan kelebihan sisa lelang rumah kepada nasabah.

5. Dikenakan Pinalty Jika Melunasi Lebih Cepat

Jika nasabah memiliki rezeki lebih di kemudian hari dan ingin mempercepat pelunasan cicilan rumah tersebut, maka nasabah akan dikenakan pinalty. Ya, Anda tidak salah baca. Jika ingin melunasi lebih cepat, maka akan dikenakan “denda” karena “ketidakpatuhan” untuk membayar selama jangka waktu yang disepakati.

Yes, bukannya diberi bonus karena memberikan keuntungan bank lebih cepat dari perkiraan, malah dibebankan biaya tambahan. Memang terdengar lucu dan tidak masuk akal. Namun itulah fakta yang terjadi di lapangan.


Nah, itulah 5 hal yang membuat KPR konvensional terasa merugikan dari sisi nasabah. Anda tidak usah menanyakan bagaimana jika dari sisi bank. Karena bank memang tidak akan menanggung kerugian dalam sistem ini.

Perlu Anda ketahui, bahwa kelima hal tersebut bisa dirasakan baik secara logika atau materi maupun secara emosional. Belum lagi jika membicarakan betapa mengerikannya dosa yang di dapat. Naudzubillah…

Jadi, setelah mengetahui informasi ini, masih mau KPR Konvensional? Yuk, hijrah….

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *